NETRALITAS PNS
Undang-undang
mengamanatkan agar setiap PNS bersikap netral dalam menjalankan tugasnya.
Artinya tidak membeda-bedakan orang dalam pelayanan. Dalam Pilkadasung, PNS
dibagi menjadi 2 blok besar, PNS yang berPolitik praktis dan PNS yang Netral,
kedua-duanya memiliki resiko tersendiri. Yang berpolitik praktis, jika menang
ikut menang, jika kalah ikut jatuh. Bagaimana yang netral, syukur-syukur masih
pada tempat semula, bias-bisa tergeser. Mengapa? Karena secara politik dia
tidak memiliki kontribusi apa-apa terhadap yang menang pilkadasung.
Hal
ini mengakibatkan mau-tidak mau PNS dituntut berpolitik oleh keadaan walaupun
bergerak dibawah tanah/tidak terang-terangan. Karena sifat dasar manusia ingin
menang, ingin dihargai, menjadi orang penting, itu terpenuhi dengan
kekuasaan/jabatan. Jabatan merupakan sebuah prestise yang selalu dikejar kemana
pun. Kecuali bagi yang tak membutuhkannya.
Terlihat
bahwa terdapat dominasi politik terhadap karir PNS, PNS telah tergeser dari
paradigma bagaimana mengerjakan pekerjaan dengan sebaik baiknya menjadi
bagaimana mengamankan posisi/jabatan bahkan bagaimana mendapatkan jabatan yang
lebih baik/lebih tinggi.
Jika
dominasi politik terus terjadi maka program dan kegiatan telah direncanakan
tidak mencapai hasil maksimal karena pelaksananya sibuk berpolitik. Hal ini
akan membawa kemunduran dalam pembangunan namun peningkatan dalam politik.
Jarang terjadi dua hal ini berjalan seiring, politik maju pembangunan
terabaikan, tapi untuuk membangun harus ditunjang oleh kondisi politik yang
mantap.
Bagaimana
agar politik jalan pembangunan jalan, pejabat politik tidak mengintervensi
pejabat karir. Dalam penentuan jabatan karir ditentukan oleh prestasi dan hasil
kerja secara professional dalam bidang tugasnya bukan prestasi politik. Sehinga
seseorang memiliki tantangan untuk mengerjakan tugas dengan sebaik baiknya.
Eutopia…(sebuah
keadaan yang ideal yang ada hanya dalam khayalan) tapi jika mau pasti ada
jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar